ASAL USUL DESA GEMBOL

Dalam masa pemerintahan raja-raja tanah jawa tersebutlah kerajaan Majapahit dengan penguasanya
Prabu Brawijaya.Prabu Brawijaya menurut naskah babad disebutkan adalah
raja terakhir penguasa kerajaan Majapahit.Dikisahkan bahwa pada suatu
hari putri Prabu Brawijaya yang bernama Retno Ayu Pambayun diculik oleh
Menak Dali Putih raja kerajaan Blambangan putra Menak Jingga.Pada masa
itu tersebutlah seorang pahlawan bernama Jaka Senggara yang berhasil
merebut dan membebaskan Retno Ayu Pambayun dari tangan Menak Dali Putih
sehingga dalam pertempuran itu Menak Dali Putih menemui ajalnya.
Atas
jasa dari Jaka Senggara tersebut kemudian Prabu Brawijaya mengangkat
Jaka Senggara menjadi bupati Pengging dengan gelar kebesaran
Handayaningrat.Selain dianugerahi menjadi bupati Pengging,Jaka Senggara
dinikahkan dengan Retno Ayu Pambayun.
Kerajaan
Majapahit dimasa-masa akhir kehancurannya terjadi pemberontakan
dimana-mana.Pemberontakan-pemberontakan itu didasari keinginan merebut
tahta kerajaan.Handayaningrat gugur dimedan laga saat perang antara
Majapahit dengan Demak Bintoro.Disebutkan bahwa Handayaningrat (Ki Ageng
Pengging Sepuh)tertusuk keris Sunan Ngudung hingga menemui
ajalnya.Tahta kerajaan Majapahit berikut benda-benda pusaka kerajaan
diboyong ke Demak.Kemudian Raden Patah atas prakarsa para wali songo
mendirikan kerajaan Demak.
Setelah
terbunuhnya Handayaningrat maka pemerintahan Pengging dipegang oleh
anaknya yang bernama Ki Kebo Kenanga dengan gelar Ki Ageng
Pengging.Sejak saat itu Pengging menjadi daerah bawahan kerajaan
Kasultanan Demak.Ketika Kasultanan Demak terjadi perang pengaruh antara
para wali songo pendukung kerajaan Kasultanan Demak dengan Syeh Siti
Jenar,pertentangan itu semakin meruncing sehingga terpaksa diselesaikan
dengan pertumpahan darah.Ki Ageng Pengging dihukum mati karena dituduh
hendak memberontak terhadap kekuasaan Kasultanan Demak.
Ki
Ageng Pengging mempunyai seorang anak yang bernama Mas Karebet.Ketika
dilahirkan ayahnya Ki Ageng Pengging sedang menggelar pertunjukan wayang
beber dengan dalang Ki Ageng Tingkir.Setelah selesai ndalang Ki Ageng
Tingkir jatuh sakit dan meninggal dunia.
Setelah
kematian Ki Ageng Pengging,Nyai Ageng Pengging sering sakit-sakitan dan
tidak lama kemudian meninggal dunia.Sejak saat itu Mas Karebet diambil
sebagai anak asuh oleh Nyai Ageng Tingkir.
Mas
Karebet tumbuh menjadi pemuda yang gemar olahkanuragan dan bertapa
sehingga mendapat sebutan Jaka Tingkir.Jaka Tingkir diambil murid oleh
Sunan Kalijaga dan pernah juga berguru kepada Ki Ageng Selo.Ditempat Ki
Ageng Selo itu Jaka Tingkir dipersaudarakan dengan cucu Ki Ageng Selo
yaitu Ki Juru Martani,Ki Ageng Pemanahan dan Ki Panjawi.
Pada
masa Kasultanan Demak yang dipimpin oleh Sultan Trenggono,Jaka Tingkir
banyak berjasa.Sultan Trenggono menjadikan Jaka Tingkir bupati Pajang
dan menikahkannya juga dengan salah satu putrinya yang bernama Ratu Mas
Cempaka.Jaka Tingkir dianugerahi gelar Hadiwijaya.
Sepeninggal Sultan Trenggana tahun 1546, Sunan Prawoto naik takhta, namun kemudian tewas dibunuh sepupunya, yaitu Arya Penangsang bupati Jipang. Setelah itu, Arya Penangsang juga berusaha membunuh Hadiwijaya namun gagal.
Dengan dukungan Ratu Kalinyamat (bupati Jepara putri Sultan Trenggana), Hadiwijaya dan para pengikutnya berhasil mengalahkan Arya Penangsang. Ia pun menjadi pewaris tahta Kesultanan Demak,
yang ibu kotanya dipindah ke Pajang.Hadiwijaya atau Jaka Tingkir
kemudian mengganti nama kerajaan menjadi kerajaan Kasultanan
Pajang(tahun 1549).
Pada
suatu saat, ketika Kyai Tepusrumput sedang bertapa di bawah pohon
Jatiwangi, Ia di datangi oleh seorang laki-laki tua bernama Kyai
Kantaraga. Kyai Kantaraga memerintahkan agar Ia bertapa di bawah pohon
Pule selama 40 hari.Setelah perintah itu dilaksanakan, yaitu bertapa
selama 40 hari,Ia mendapatkan sebentuk cincin emas, yang ternyata
bernama socaludira. Cincin itu, ternyata adalah milik Sultan
pajang(Sultan Hadiwijaya;Jaka Tingkir) yang hilang. Karena mengetahui
bahwa cincin socaludira adalah miliki sultan Pajang maka Ia
mengembalikannya. Saking girangnya Sultan Pajang menemukan kembali
cincin kesayangannya itu, maka Sultan Pajang memberikan hadiah
kepada
Kyai Tepusrumput seorang putri triman yang sedang hamil 4 bulan.Setelah
menunggu cukup lama, akhirnya putri triman itu melahirkan jabang bayi
laki-laki, yang kemudian Ia serahkan kembali kepada Sultan pajang. Akan
tetapi, oleh Sultan Pajang bayi tersebut diserahkan kembali kepada kyai
Tepusrumput, yang kemudian bergelar Kyai Ageng Ore-ore.Setelah tumbuh
dewasa, anak dari putri triman atau anak tiri dari Kyai Tepusrumput
menggantikan kedudukan Kyai Tepusrumput dengan gelar Kyai Adipati
Anyakrapati atau Adipati Onje II.
Adipati
Anyakrapati atau Adipati Onje II memperistri dua orang yang berasal
dari Cipaku dan Pasir Luhur. Dari istri yang berasal dari Cipaku, Ia di
karuniai 2 orang putra, yakni; Raden Cakra Kusuma dan Raden Mangunjaya.
Selanjutnya dengan istri keduanya yang berasal dari Pasir Luhur, Adipati
Anyakrapati atau Adipati Onje II di karuniai 2 putera yang semunya
adalah perempuan.Karena selalu terjadi percekcokan dalam keluarga
akhirnya Adipati Onje membunuh kedua istrinya. Selanjutnya Ia kawin
dengan anak perempuan Adipati Arenan yang bernama Nyai Pingen.Dari
perkawinan tersebut, Adipati Onje II, dikaruniai seorang
putra bernama Kyai Arsa Kusuma yang kemudian berganti nama menjadi Kyai Arsantaka.
Setelah
dewasa, Kyai Arsantaka kawin dengan 2 orang putri.Istri pertama bernama
Nyai Merden dan istri kedua bernama Nyai Kedung Lumbu. Dari istri
pertama, Kyai Arsantaka di karuniai 5 orang putera, yakni; pertama Nyai
Arsamenggala, kedua Kyai Dipayuda,ketiga Kyai Arsayuda, yang kemudian
menjadi menantu Tumenggung Yudanegara II. Putera keempat bernama Mas
Ranamenggala dan kelima adalah Nyai Pancaprana.Dengan istri kedua, Kyai
Arsantaka di karuniai 1 putera yaitu Mas Candrawijaya, yang di kemudian
hari menjadi Patih Purbalingga.
Diceritakan
bahwa kyai Arsantaka meninggalkan Kadipaten Onje untuk berkelana ke
arah timur dan sesampainya di desa Masaran (Sekarang di Kecamatan
Bawang, Kabupaten Banjarnegara) diambil anak angkat oleh Kyai Wanakusuma
yang masih anak keturunan Kyai Ageng Giring dari Mataram.
Pada
tahun 1740 – 1760, Kyai Arsantaka menjadi demang di Kademangan
Pagendolan (sekarang termasuk wilayah desa Masaran), suatu wilayah yang
masih berada dibawah pemerintahan Karanglewas (sekarang termasuk
kecamatan Kutasari, Purbalingga) yang dipimpin oleh R. Tumenggung
Dipayuda I.
Kyai Arsantaka karena banyak menyumbang jasa maka dinobatkan menjadi Raden
Tumenggung Dipayuda II.Banyak riwayat yang menceritakan tentang
kepahlawanan dari Kyai Arsantaka antara lain ketika terjadi perang
Jenar, yang merupakan bagian dari perang Mangkubumen, yakni sebuah
peperangan antara Pangeran Mangkubumi dengan kakaknya Paku Buwono II
dikarenakan Pangeran mangkubumi tidak puas terhadap sikap kakanya yang
lemah terhadap kompeni Belanda. Dalam perang jenar ini, Kyai Arsantaka
berada didalam pasukan kadipaten Banyumas yang membela Paku Buwono.
Dikarenakan
jasa dari Kyai Arsantaka kepada Kadipaten Banyumas pada perang Jenar,
maka Adipati banyumas R. Tumenggung Yudanegara mengangkat putra Kyai
Arsantaka yang bernama Kyai Arsayuda menjadi menantu. Seiring dengan
berjalannya waktu, maka putra Kyai Arsantaka yakni Kyai Arsayuda menjadi
Tumenggung Karangwelas dan bergelar Raden Tumenggung Dipayuda III.
Masa
masa pemerintahan Kyai Arsayuda dan atas saran dari ayahnya yakni Kyai
Arsantaka yang bertindak sebagai penasihat, maka pusat pemerintahan
dipindah dari Karanglewas ke desa Purbalingga,dikemudian hari menjadi
Kabupaten Purbalingga.
Anak
kedua Kyai Arsantaka dari Nyai Merden yang bernama Kyai Dipayuda
berkelana kewilayah Banjar Pertambakan(sekarang Banjarmangu)yang
dikuasai Kyai Ngabei Wirayuda.Beberapa waktu kemudian Kyai Ngabei
Wirayuda meninggal dunia sehingga wilayah Banjar tidak ada yang
menguasai.Konon atas kekosongan kekuasaan ini maka Kyai Dipayuda
diangkat menjadi Raden Tumenggung Dipayuda IV.
Raden Tumenggung Dipayuda IV banyak berjasa ketika perang Pangeran Diponegoro.Hal ini diceritakan dalam babad Pupuh:
“Tumuta
lampah kawula, sri naréndra ngandika iya becik, tinimbalan praptèng
ngayun, sang nata angandika, Dipayuda milua amapag musuh, tur sembah
matur sandika”
Artinya:”
Mengikuti saran, sang raja berkata,”Ya, kalau begitu panggillah
Dipayuda menghadap saya”. Kepada Dipayuda raja memerintahkan untuk
mencegat musuh dan di jawab bahwa dia siap”.
Sehingga Sri Susuhunan Paku Buwono VII mengusulkan agar Raden Tumenggung Dipayuda IV diangkat menjadi bupati Banjar.berdasarkan
Resolutie Governeor General Buitenzorg tanggal 22 agustus 1831 nomor
I.Usul tersebut disetujui oleh Gubernur Jenderal.Peristiwa ini kemudian
lebih dikenal dengan Banjar Watu Lembu.
Persoalan
meluapnya Sungai Serayu menjadi kendala yang menyulitkan komunikasi
dengan Kasunanan Surakarta. Kesulitan ini menjadi sangat dirasakan
menjadi beban bagi bupati ketika beliau harus menghadiri Pasewakan Agung
pada saat-saat tertentu di Kasultanan Surakarta. Untuk mengatasi
masalah ini diputuskan untuk memindahkan ibukota kabupaten ke selatan
Sungai Serayu.
Daerah Banjar (sekarang Kota Banjarnegara) menjadi pilihan untuk ditetapkan sebagai ibukota yang baru. Kondisi daerah yang baru ini merupakan persawahan yang luas dengan beberapa lereng yang curam.Di daerah persawahan (Banjar) inilah didirikan ibukota kabupaten (Negara) yang baru sehingga nama daerah ini menjadi”Banjarnegara”(Banjar:Sawah,Negara:Kota).R.Tumenggung Dipayuda menjabat Bupati sampai tahun 1846.Setelah pensiun dari jabatan bupati Kyai Dipayuda atau Raden Tumenggung Dipayuda IV tidak ada kabar beritanya lagi ditingkat pemerintahan.Maka diangkatlah Raden Adipati Dipadiningrat sebagai penggantinya.
Daerah Banjar (sekarang Kota Banjarnegara) menjadi pilihan untuk ditetapkan sebagai ibukota yang baru. Kondisi daerah yang baru ini merupakan persawahan yang luas dengan beberapa lereng yang curam.Di daerah persawahan (Banjar) inilah didirikan ibukota kabupaten (Negara) yang baru sehingga nama daerah ini menjadi”Banjarnegara”(Banjar:Sawah,Negara:Kota).R.Tumenggung Dipayuda menjabat Bupati sampai tahun 1846.Setelah pensiun dari jabatan bupati Kyai Dipayuda atau Raden Tumenggung Dipayuda IV tidak ada kabar beritanya lagi ditingkat pemerintahan.Maka diangkatlah Raden Adipati Dipadiningrat sebagai penggantinya.

Tidak
ada kabar secara pasti kemana kepergian Kyai Dipayuda pendiri
Banjarnegara.Namun menurut kabar angin yang tersiar bahwa Kyai Dipayuda
bersama dengan istri meninggalkan kota Banjarnegara untuk mencari
kehidupan yang tenang disebuah kaki gunung di dataran tinggi
Dieng.Tersebutlah gunung Nagasari.

Kuat
dugaan bahwa Kyai Dipayuda bersama istri membuka hutan dikaki gunung
Nagasari.Lama-kelamaan menjadi sebuah kampung.Kyai Dipayuda dan Nyai
Dipayuda menghabiskan masa-masa terakhir umurnya dan meninggal dunia di
kampung tersebut.Karena jasa Kyai Dipayuda mendirikan perkampungan dan
memberikan petuah-petuah kepada masyarakat kemudian lebih banyak dikenal
dengan nama Kyai Gembol.Setelah Kyai Dipayuda meninggal dunia kemudian
atas kesepakatan dari warga kampung kemudian namanya diabadikan menjadi
nama desa yaitu Desa Gembol Kecamatan Pejawaran Kabupaten Banjarnegara
Jawa Tengah.
Wallahu
‘alam.Hanya Allah s.w.t yang tahu secara pasti kebenaran sejarah
ini.Adapun segala kesalahan hanyalah kekurangpengetahuan dari penulis
semata-mata.
===TAMAT===
Sumber:
erajaan Majapahit.Dikisahkan bahwa pada suatu
hari putri Prabu Brawijaya yang bernama Retno Ayu Pambayun diculik oleh
Menak Dali Putih raja kerajaan Blambangan putra Menak Jingga.Pada masa
itu tersebutlah seorang pahlawan bernama Jaka Senggara yang berhasil
merebut dan membebaskan Retno Ayu Pambayun dari tangan Menak Dali Putih
sehingga dalam pertempuran itu Menak Dali Putih menemui ajalnya.
Atas
jasa dari Jaka Senggara tersebut kemudian Prabu Brawijaya mengangkat
Jaka Senggara menjadi bupati Pengging dengan gelar kebesaran
Handayaningrat.Selain dianugerahi menjadi bupati Pengging,Jaka Senggara
dinikahkan dengan Retno Ayu Pambayun.
Kerajaan
Majapahit dimasa-masa akhir kehancurannya terjadi pemberontakan
dimana-mana.Pemberontakan-pemberontakan itu didasari keinginan merebut
tahta kerajaan.Handayaningrat gugur dimedan laga saat perang antara
Majapahit dengan Demak Bintoro.Disebutkan bahwa Handayaningrat (Ki Ageng
Pengging Sepuh)tertusuk keris Sunan Ngudung hingga menemui
ajalnya.Tahta kerajaan Majapahit berikut benda-benda pusaka kerajaan
diboyong ke Demak.Kemudian Raden Patah atas prakarsa para wali songo
mendirikan kerajaan Demak.
Setelah
terbunuhnya Handayaningrat maka pemerintahan Pengging dipegang oleh
anaknya yang bernama Ki Kebo Kenanga dengan gelar Ki Ageng
Pengging.Sejak saat itu Pengging menjadi daerah bawahan kerajaan
Kasultanan Demak.Ketika Kasultanan Demak terjadi perang pengaruh antara
para wali songo pendukung kerajaan Kasultanan Demak dengan Syeh Siti
Jenar,pertentangan itu semakin meruncing sehingga terpaksa diselesaikan
dengan pertumpahan darah.Ki Ageng Pengging dihukum mati karena dituduh
hendak memberontak terhadap kekuasaan Kasultanan Demak.
Ki
Ageng Pengging mempunyai seorang anak yang bernama Mas Karebet.Ketika
dilahirkan ayahnya Ki Ageng Pengging sedang menggelar pertunjukan wayang
beber dengan dalang Ki Ageng Tingkir.Setelah selesai ndalang Ki Ageng
Tingkir jatuh sakit dan meninggal dunia.
Setelah
kematian Ki Ageng Pengging,Nyai Ageng Pengging sering sakit-sakitan dan
tidak lama kemudian meninggal dunia.Sejak saat itu Mas Karebet diambil
sebagai anak asuh oleh Nyai Ageng Tingkir.
Mas
Karebet tumbuh menjadi pemuda yang gemar olahkanuragan dan bertapa
sehingga mendapat sebutan Jaka Tingkir.Jaka Tingkir diambil murid oleh
Sunan Kalijaga dan pernah juga berguru kepada Ki Ageng Selo.Ditempat Ki
Ageng Selo itu Jaka Tingkir dipersaudarakan dengan cucu Ki Ageng Selo
yaitu Ki Juru Martani,Ki Ageng Pemanahan dan Ki Panjawi.
Pada
masa Kasultanan Demak yang dipimpin oleh Sultan Trenggono,Jaka Tingkir
banyak berjasa.Sultan Trenggono menjadikan Jaka Tingkir bupati Pajang
dan menikahkannya juga dengan salah satu putrinya yang bernama Ratu Mas
Cempaka.Jaka Tingkir dianugerahi gelar Hadiwijaya.
Sepeninggal Sultan Trenggana tahun 1546, Sunan Prawoto naik takhta, namun kemudian tewas dibunuh sepupunya, yaitu Arya Penangsang bupati Jipang. Setelah itu, Arya Penangsang juga berusaha membunuh Hadiwijaya namun gagal.
Dengan dukungan Ratu Kalinyamat (bupati Jepara putri Sultan Trenggana), Hadiwijaya dan para pengikutnya berhasil mengalahkan Arya Penangsang. Ia pun menjadi pewaris tahta Kesultanan Demak,
yang ibu kotanya dipindah ke Pajang.Hadiwijaya atau Jaka Tingkir
kemudian mengganti nama kerajaan menjadi kerajaan Kasultanan
Pajang(tahun 1549).
Pada
suatu saat, ketika Kyai Tepusrumput sedang bertapa di bawah pohon
Jatiwangi, Ia di datangi oleh seorang laki-laki tua bernama Kyai
Kantaraga. Kyai Kantaraga memerintahkan agar Ia bertapa di bawah pohon
Pule selama 40 hari.Setelah perintah itu dilaksanakan, yaitu bertapa
selama 40 hari,Ia mendapatkan sebentuk cincin emas, yang ternyata
bernama socaludira. Cincin itu, ternyata adalah milik Sultan
pajang(Sultan Hadiwijaya;Jaka Tingkir) yang hilang. Karena mengetahui
bahwa cincin socaludira adalah miliki sultan Pajang maka Ia
mengembalikannya. Saking girangnya Sultan Pajang menemukan kembali
cincin kesayangannya itu, maka Sultan Pajang memberikan hadiah
kepada
Kyai Tepusrumput seorang putri triman yang sedang hamil 4 bulan.Setelah
menunggu cukup lama, akhirnya putri triman itu melahirkan jabang bayi
laki-laki, yang kemudian Ia serahkan kembali kepada Sultan pajang. Akan
tetapi, oleh Sultan Pajang bayi tersebut diserahkan kembali kepada kyai
Tepusrumput, yang kemudian bergelar Kyai Ageng Ore-ore.Setelah tumbuh
dewasa, anak dari putri triman atau anak tiri dari Kyai Tepusrumput
menggantikan kedudukan Kyai Tepusrumput dengan gelar Kyai Adipati
Anyakrapati atau Adipati Onje II.
Adipati
Anyakrapati atau Adipati Onje II memperistri dua orang yang berasal
dari Cipaku dan Pasir Luhur. Dari istri yang berasal dari Cipaku, Ia di
karuniai 2 orang putra, yakni; Raden Cakra Kusuma dan Raden Mangunjaya.
Selanjutnya dengan istri keduanya yang berasal dari Pasir Luhur, Adipati
Anyakrapati atau Adipati Onje II di karuniai 2 putera yang semunya
adalah perempuan.Karena selalu terjadi percekcokan dalam keluarga
akhirnya Adipati Onje membunuh kedua istrinya. Selanjutnya Ia kawin
dengan anak perempuan Adipati Arenan yang bernama Nyai Pingen.Dari
perkawinan tersebut, Adipati Onje II, dikaruniai seorang
putra bernama Kyai Arsa Kusuma yang kemudian berganti nama menjadi Kyai Arsantaka.
Setelah
dewasa, Kyai Arsantaka kawin dengan 2 orang putri.Istri pertama bernama
Nyai Merden dan istri kedua bernama Nyai Kedung Lumbu. Dari istri
pertama, Kyai Arsantaka di karuniai 5 orang putera, yakni; pertama Nyai
Arsamenggala, kedua Kyai Dipayuda,ketiga Kyai Arsayuda, yang kemudian
menjadi menantu Tumenggung Yudanegara II. Putera keempat bernama Mas
Ranamenggala dan kelima adalah Nyai Pancaprana.Dengan istri kedua, Kyai
Arsantaka di karuniai 1 putera yaitu Mas Candrawijaya, yang di kemudian
hari menjadi Patih Purbalingga.
Diceritakan
bahwa kyai Arsantaka meninggalkan Kadipaten Onje untuk berkelana ke
arah timur dan sesampainya di desa Masaran (Sekarang di Kecamatan
Bawang, Kabupaten Banjarnegara) diambil anak angkat oleh Kyai Wanakusuma
yang masih anak keturunan Kyai Ageng Giring dari Mataram.
Pada
tahun 1740 – 1760, Kyai Arsantaka menjadi demang di Kademangan
Pagendolan (sekarang termasuk wilayah desa Masaran), suatu wilayah yang
masih berada dibawah pemerintahan Karanglewas (sekarang termasuk
kecamatan Kutasari, Purbalingga) yang dipimpin oleh R. Tumenggung
Dipayuda I.
Kyai Arsantaka karena banyak menyumbang jasa maka dinobatkan menjadi Raden
Tumenggung Dipayuda II.Banyak riwayat yang menceritakan tentang
kepahlawanan dari Kyai Arsantaka antara lain ketika terjadi perang
Jenar, yang merupakan bagian dari perang Mangkubumen, yakni sebuah
peperangan antara Pangeran Mangkubumi dengan kakaknya Paku Buwono II
dikarenakan Pangeran mangkubumi tidak puas terhadap sikap kakanya yang
lemah terhadap kompeni Belanda. Dalam perang jenar ini, Kyai Arsantaka
berada didalam pasukan kadipaten Banyumas yang membela Paku Buwono.
Dikarenakan
jasa dari Kyai Arsantaka kepada Kadipaten Banyumas pada perang Jenar,
maka Adipati banyumas R. Tumenggung Yudanegara mengangkat putra Kyai
Arsantaka yang bernama Kyai Arsayuda menjadi menantu. Seiring dengan
berjalannya waktu, maka putra Kyai Arsantaka yakni Kyai Arsayuda menjadi
Tumenggung Karangwelas dan bergelar Raden Tumenggung Dipayuda III.
Masa
masa pemerintahan Kyai Arsayuda dan atas saran dari ayahnya yakni Kyai
Arsantaka yang bertindak sebagai penasihat, maka pusat pemerintahan
dipindah dari Karanglewas ke desa Purbalingga,dikemudian hari menjadi
Kabupaten Purbalingga.
Anak
kedua Kyai Arsantaka dari Nyai Merden yang bernama Kyai Dipayuda
berkelana kewilayah Banjar Pertambakan(sekarang Banjarmangu)yang
dikuasai Kyai Ngabei Wirayuda.Beberapa waktu kemudian Kyai Ngabei
Wirayuda meninggal dunia sehingga wilayah Banjar tidak ada yang
menguasai.Konon atas kekosongan kekuasaan ini maka Kyai Dipayuda
diangkat menjadi Raden Tumenggung Dipayuda IV.
Raden Tumenggung Dipayuda IV banyak berjasa ketika perang Pangeran Diponegoro.Hal ini diceritakan dalam babad Pupuh:
“Tumuta
lampah kawula, sri naréndra ngandika iya becik, tinimbalan praptèng
ngayun, sang nata angandika, Dipayuda milua amapag musuh, tur sembah
matur sandika”
Artinya:”
Mengikuti saran, sang raja berkata,”Ya, kalau begitu panggillah
Dipayuda menghadap saya”. Kepada Dipayuda raja memerintahkan untuk
mencegat musuh dan di jawab bahwa dia siap”.
Sehingga Sri Susuhunan Paku Buwono VII mengusulkan agar Raden Tumenggung Dipayuda IV diangkat menjadi bupati Banjar.berdasarkan
Resolutie Governeor General Buitenzorg tanggal 22 agustus 1831 nomor
I.Usul tersebut disetujui oleh Gubernur Jenderal.Peristiwa ini kemudian
lebih dikenal dengan Banjar Watu Lembu.
Persoalan
meluapnya Sungai Serayu menjadi kendala yang menyulitkan komunikasi
dengan Kasunanan Surakarta. Kesulitan ini menjadi sangat dirasakan
menjadi beban bagi bupati ketika beliau harus menghadiri Pasewakan Agung
pada saat-saat tertentu di Kasultanan Surakarta. Untuk mengatasi
masalah ini diputuskan untuk memindahkan ibukota kabupaten ke selatan
Sungai Serayu.
Daerah Banjar (sekarang Kota Banjarnegara) menjadi pilihan untuk ditetapkan sebagai ibukota yang baru. Kondisi daerah yang baru ini merupakan persawahan yang luas dengan beberapa lereng yang curam.Di daerah persawahan (Banjar) inilah didirikan ibukota kabupaten (Negara) yang baru sehingga nama daerah ini menjadi”Banjarnegara”(Banjar:Sawah,Negara:Kota).R.Tumenggung Dipayuda menjabat Bupati sampai tahun 1846.Setelah pensiun dari jabatan bupati Kyai Dipayuda atau Raden Tumenggung Dipayuda IV tidak ada kabar beritanya lagi ditingkat pemerintahan.Maka diangkatlah Raden Adipati Dipadiningrat sebagai penggantinya.
Daerah Banjar (sekarang Kota Banjarnegara) menjadi pilihan untuk ditetapkan sebagai ibukota yang baru. Kondisi daerah yang baru ini merupakan persawahan yang luas dengan beberapa lereng yang curam.Di daerah persawahan (Banjar) inilah didirikan ibukota kabupaten (Negara) yang baru sehingga nama daerah ini menjadi”Banjarnegara”(Banjar:Sawah,Negara:Kota).R.Tumenggung Dipayuda menjabat Bupati sampai tahun 1846.Setelah pensiun dari jabatan bupati Kyai Dipayuda atau Raden Tumenggung Dipayuda IV tidak ada kabar beritanya lagi ditingkat pemerintahan.Maka diangkatlah Raden Adipati Dipadiningrat sebagai penggantinya.

Tidak
ada kabar secara pasti kemana kepergian Kyai Dipayuda pendiri
Banjarnegara.Namun menurut kabar angin yang tersiar bahwa Kyai Dipayuda
bersama dengan istri meninggalkan kota Banjarnegara untuk mencari
kehidupan yang tenang disebuah kaki gunung di dataran tinggi
Dieng.Tersebutlah gunung Nagasari.

Kuat
dugaan bahwa Kyai Dipayuda bersama istri membuka hutan dikaki gunung
Nagasari.Lama-kelamaan menjadi sebuah kampung.Kyai Dipayuda dan Nyai
Dipayuda menghabiskan masa-masa terakhir umurnya dan meninggal dunia di
kampung tersebut.Karena jasa Kyai Dipayuda mendirikan perkampungan dan
memberikan petuah-petuah kepada masyarakat kemudian lebih banyak dikenal
dengan nama Kyai Gembol.Setelah Kyai Dipayuda meninggal dunia kemudian
atas kesepakatan dari warga kampung kemudian namanya diabadikan menjadi
nama desa yaitu Desa Gembol Kecamatan Pejawaran Kabupaten Banjarnegara
Jawa Tengah.
Wallahu
‘alam.Hanya Allah s.w.t yang tahu secara pasti kebenaran sejarah
ini.Adapun segala kesalahan hanyalah kekurangpengetahuan dari penulis
semata-mata.
===TAMAT===
Sumber:AFIFFUDIN GEMBOL
Tidak ada komentar:
Posting Komentar